Seanteronews — Rusia kini semakin bergantung pada dua negara raksasa Asia, China dan India, untuk menyerap hasil ekspor minyak mentahnya. Menurut laporan terbaru dari Pusat Studi Energi Internasional, hampir 85% dari total ekspor minyak Rusia saat ini dikirim ke China dan India, menggambarkan pergeseran besar dalam peta perdagangan energi global pasca sanksi Barat.
Langkah ini merupakan dampak langsung dari sanksi dan embargo yang diberlakukan oleh negara-negara Barat terhadap Rusia akibat konflik geopolitik yang masih berlangsung, terutama terkait perang di Ukraina. Dengan akses pasar ke Eropa yang makin terbatas, Moskow secara agresif mengalihkan pasarnya ke Asia, menawarkan diskon besar untuk menarik pembeli baru dan mempertahankan arus pendapatan energi.
China tetap menjadi pelanggan utama, dengan pembelian harian rata-rata mencapai lebih dari 2 juta barel. Sementara itu, India, yang sebelumnya hampir tidak mengimpor minyak Rusia, kini menjadi konsumen terbesar kedua, dengan volume mendekati 1,5 juta barel per hari. Kedua negara ini memanfaatkan harga minyak Rusia yang lebih murah, yang jauh di bawah harga pasar global.
Tren ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara-negara Barat, karena pendapatan dari sektor minyak membantu Rusia menjaga stabilitas fiskalnya meskipun dibatasi secara finansial. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan bahwa ekspor energi Rusia tetap menyumbang lebih dari 30% dari total pendapatan negara, berkat lonjakan permintaan dari Asia.
Selain faktor ekonomi, kerja sama ini juga memperkuat hubungan geopolitik antara Rusia, China, dan India. Ketiganya kini lebih sering bertemu dalam forum multilateral seperti BRICS dan SCO (Shanghai Cooperation Organization), menunjukkan potensi aliansi baru yang menantang dominasi Barat di sektor energi dan diplomasi global.
Namun, pengamat menilai ketergantungan Rusia pada dua pasar besar ini juga menyimpan risiko. Ketika hanya bergantung pada segelintir pembeli utama, Moskow akan menghadapi tantangan besar jika terjadi perubahan kebijakan atau krisis ekonomi di negara mitra. Selain itu, diskon besar yang diberikan juga menggerus margin keuntungan produsen minyak Rusia.
Ke depan, para analis memperkirakan bahwa dominasi China dan India dalam perdagangan minyak Rusia akan terus meningkat, kecuali terjadi normalisasi hubungan antara Rusia dan negara-negara Eropa. Hingga saat ini, Rusia masih menjual minyaknya dengan harga miring, dan kedua raksasa Asia itu tampaknya masih siap untuk memanfaatkannya selama ketegangan global berlanjut.[]