SEANTERONEWS.com – Sebuah draft deklarasi penting yang didukung lebih dari 125 negara diadopsi dalam konferensi tingkat tinggi di Markas Besar PBB, New York, pada 29 Juli 2025. Deklarasi ini, yang dinamakan “New York Declaration on the Peaceful Settlement of the Question of Palestine”, menandai langkah besar menuju implementasi solusi dua negara sebagai jalan satu-satunya menuju perdamaian abadi antara Israel dan Palestina.
Konferensi ini diprakarsai oleh Arab Saudi dan Prancis, dua kekuatan diplomatik global yang mendorong upaya internasional untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di Gaza dan Tepi Barat. Dalam deklarasi tersebut, negara-negara peserta menyerukan langkah-langkah nyata dan waktu yang terikat untuk menuju pembentukan Negara Palestina yang merdeka dan diakui secara internasional.
Salah satu poin utama dalam dokumen ini adalah seruan gencatan senjata segera di Gaza, serta penyerahan kendali pemerintahan kepada Otoritas Palestina (PA). PBB juga direncanakan akan memimpin misi stabilisasi di wilayah tersebut untuk mencegah kekacauan pasca-konflik dan mendukung rekonstruksi.
Deklarasi tersebut juga mendukung penuh Rencana Rekonstruksi Gaza yang diusulkan oleh Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Termasuk di dalamnya rencana pelaksanaan pemilu di seluruh wilayah Palestina, termasuk Yerusalem Timur, di bawah pengawasan internasional dan PA sebagai pelaksana teknis.
Langkah ini memperkuat momentum untuk pengakuan Negara Palestina secara internasional. Prancis telah menyatakan akan mengakui Palestina pada Sidang Majelis Umum PBB pada September 2025. Inggris juga menyatakan akan mengikuti langkah serupa jika Israel menunjukkan komitmen nyata pada perdamaian dan menghentikan perluasan permukiman.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyebut deklarasi ini sebagai “titik balik penting” dalam sejarah konflik Israel-Palestina. Ia memperingatkan bahwa solusi dua negara kini berada di ambang kehancuran jika dunia tidak bertindak cepat dan tegas. “Saatnya dunia memimpin, bukan menunggu,” ujarnya dalam pidatonya di forum PBB.
Namun, tidak semua negara mendukung deklarasi ini. Amerika Serikat dan Israel memboikot konferensi tersebut, menyebutnya “kontraproduktif” dan “mengabaikan realitas keamanan regional.” Pemerintah Israel menolak menandatangani dokumen yang memuat tuntutan untuk menghentikan perluasan permukiman dan pengakuan terhadap batas wilayah pra-1967.
Meski menghadapi penolakan dari beberapa pihak, deklarasi PBB ini menunjukkan bahwa mayoritas komunitas internasional kini bersatu dalam mendukung pembentukan Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, hidup berdampingan secara damai dengan Israel. Harapan dunia kini tertuju pada bulan September, ketika pengakuan formal terhadap Palestina berpotensi menjadi kenyataan.
Langkah-langkah diplomatik yang tertuang dalam deklarasi ini dinilai sebagai peta jalan baru bagi perdamaian Timur Tengah. Dengan dukungan PBB, negara-negara besar, serta organisasi internasional, dunia memiliki peluang besar untuk mendorong solusi jangka panjang yang adil dan berkelanjutan bagi rakyat Palestina dan Israel.[]