Penulis: Mahdi Kartiwi
Pendahuluan
Pemerintah Kota Banda Aceh, di bawah kepemimpinan Wali Kota Illiza Sa’aduddin Djamal, berencana menerapkan sistem tapping box untuk memungut pajak sebesar 10% dari setiap transaksi di seluruh kafe dan rumah makan. Langkah ini bertujuan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui transparansi dan efisiensi dalam pemungutan pajak. Namun, kebijakan ini menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak, terutama terkait dampaknya terhadap pelaku usaha kecil dan menengah.
Analisis Kebijakan
Penerapan tapping box merupakan upaya modernisasi sistem perpajakan daerah. Dengan alat ini, setiap transaksi tercatat secara real-time, memungkinkan pemerintah memantau dan memastikan kepatuhan wajib pajak. Illiza menyatakan bahwa alat ini bukan semata-mata alat pengawasan, melainkan alat bantu untuk mempermudah proses perpajakan .
Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari Anggota DPRK Banda Aceh, Teuku Arief Khalifah, yang menyarankan agar penerapan tapping box difokuskan terlebih dahulu pada usaha menengah dan besar. Ia menilai bahwa usaha kecil mungkin akan kesulitan jika langsung dibebani sistem ini, mengingat keterbatasan sumber daya dan potensi dampaknya terhadap harga jual produk .
Dampak terhadap Pelaku Usaha Kecil
Usaha kecil dan mikro seringkali beroperasi dengan margin keuntungan yang tipis. Penerapan tapping box dan pemungutan pajak 10% dapat menambah beban operasional mereka. Jika beban ini diteruskan ke konsumen melalui kenaikan harga, daya saing usaha kecil bisa menurun. Sebaliknya, jika ditanggung oleh pelaku usaha, margin keuntungan mereka akan semakin tergerus.
Selain itu, banyak pelaku usaha kecil yang belum memiliki sistem pencatatan keuangan yang memadai. Penerapan tapping box tanpa pendampingan dan pelatihan dapat menimbulkan kebingungan dan resistensi. Hal ini bisa berdampak negatif terhadap kepatuhan pajak dan hubungan antara pemerintah dan pelaku usaha.
Potensi Manfaat dan Tantangan
Di sisi lain, penerapan tapping box memiliki potensi untuk meningkatkan PAD secara signifikan. Illiza menyebut bahwa dengan pemasangan alat ini secara menyeluruh, target pendapatan pajak dari sektor restoran bisa meningkat di atas Rp20 miliar . Transparansi dan akuntabilitas dalam pemungutan pajak juga dapat meningkat, mengurangi potensi kebocoran dan manipulasi data.
Namun, tantangan utama terletak pada implementasi yang adil dan bijaksana. Pemerintah perlu memastikan bahwa pelaku usaha, terutama yang berskala kecil, mendapatkan pendampingan dan pelatihan yang memadai. Selain itu, komunikasi yang efektif mengenai tujuan dan manfaat kebijakan ini sangat penting untuk membangun kepercayaan dan dukungan dari masyarakat.
Rekomendasi
1. Pendekatan Bertahap: Penerapan tapping box sebaiknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari usaha menengah dan besar. Hal ini memungkinkan evaluasi dan penyesuaian sebelum diterapkan ke usaha kecil.
2. Pendampingan dan Pelatihan: Pemerintah perlu menyediakan program pendampingan dan pelatihan bagi pelaku usaha kecil untuk memahami dan mengoperasikan tapping box.
3. Subsidi atau Bantuan: Untuk meringankan beban pelaku usaha kecil, pemerintah dapat mempertimbangkan subsidi atau bantuan dalam pengadaan dan pemeliharaan tapping box.
4. Komunikasi yang Transparan: Pemerintah harus menjelaskan secara terbuka tujuan, manfaat, dan penggunaan dana dari pajak yang dipungut, guna membangun kepercayaan masyarakat.
Kesimpulan
Penerapan tapping box oleh Pemerintah Kota Banda Aceh merupakan langkah positif menuju modernisasi sistem perpajakan dan peningkatan PAD. Namun, implementasinya harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan kapasitas pelaku usaha, terutama yang berskala kecil. Pendekatan yang inklusif, transparan, dan bertahap akan meningkatkan efektivitas kebijakan ini serta memperkuat hubungan antara pemerintah dan masyarakat.
*Warga Aceh yang menetap di Kota Medan
