Seanteronews – Setelah kejatuhan Presiden Bashar al-Assad pada Desember 2024, situs-situs bersejarah di Suriah mengalami lonjakan besar dalam aktivitas perusakan dan penyelundupan artefak. Para perampok makam bersenjata berat menggali situs pemakaman kuno, menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada konteks arkeologis yang telah berlapis-lapis secara historis. Proyek Penelitian Perdagangan Artefak dan Antropologi Warisan (ATHAR), yang memantau penjualan artefak ilegal, telah mendokumentasikan peningkatan signifikan dalam perdagangan artefak Suriah, dengan hampir sepertiga dari 1.500 kasus terjadi sejak jatuhnya Assad. Facebook telah menjadi platform utama untuk perdagangan ini, dengan grup publik yang menjual koin, mozaik, dan patung, meskipun platform tersebut telah memberlakukan larangan pada tahun 2020. Barang-barang ilegal ini sering kali melewati negara-negara tetangga sebelum dicuci menjadi pasar artefak global.
Situs-situs seperti Palmyra, yang terkenal dengan reruntuhan era Romawi dan merupakan pusat penting di Jalur Sutra kuno, telah menjadi sasaran utama perusakan dan penyelundupan. Meskipun upaya restorasi sedang dilakukan, tantangan besar tetap ada, termasuk kerusakan yang disebabkan oleh kelompok ISIS dan pasukan pemerintah, serta masalah kelangkaan sumber daya dan keamanan.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa Facebook telah menjadi platform utama untuk perdagangan artefak ilegal, dengan grup publik yang menjual koin, mozaik, dan patung, meskipun platform tersebut telah memberlakukan larangan pada tahun 2020. Barang-barang ilegal ini sering kali melewati negara-negara tetangga sebelum dicuci menjadi pasar artefak global.
Upaya untuk memulihkan dan melindungi warisan budaya Suriah menghadapi tantangan besar, termasuk kurangnya sumber daya dan keamanan. Namun, ada harapan bahwa dengan dukungan internasional dan komitmen lokal, situs-situs bersejarah ini dapat dipulihkan dan dilestarikan untuk generasi mendatang.