Ketegangan antara Israel dan Iran kembali memuncak setelah serangan militer terbaru yang dilancarkan oleh Israel terhadap beberapa fasilitas strategis di wilayah Iran. Serangan ini memicu kecaman internasional dan mengundang perhatian dunia, namun apa sebenarnya yang menjadi pemicu tindakan militer ini?
Serangan Israel disebut-sebut sebagai respons terhadap dugaan aktivitas pengembangan senjata nuklir yang dilakukan oleh Iran. Tel Aviv mengklaim bahwa Teheran semakin mendekati kemampuan untuk memproduksi senjata nuklir, yang dianggap sebagai ancaman serius bagi keamanan nasional Israel. Sebagai bentuk pencegahan, Israel melakukan operasi pre-emptive guna menghentikan apa yang mereka anggap sebagai ancaman eksistensial.
Selain faktor nuklir, konflik ini juga diperkeruh oleh keterlibatan Iran dalam mendukung kelompok-kelompok bersenjata di wilayah seperti Suriah, Lebanon, dan Gaza. Dukungan Iran terhadap Hezbollah dan milisi proksi lainnya membuat Israel merasa terancam secara regional. Serangan ini dianggap sebagai bagian dari strategi defensif Israel untuk membatasi pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah.
Dari sisi geopolitik, ketegangan ini juga berkaitan erat dengan perubahan dinamika aliansi internasional. Meningkatnya dukungan Rusia dan Tiongkok terhadap Iran serta memburuknya hubungan AS-Iran turut memperkeruh situasi. Israel, sebagai sekutu utama Amerika Serikat di Timur Tengah, memandang bahwa aksi militer adalah langkah strategis untuk menegaskan posisi dan kekuatannya di kawasan.
Serangan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kemungkinan eskalasi konflik lebih lanjut. Iran telah mengancam akan membalas jika serangan terus berlanjut. Dunia internasional pun menyerukan deeskalasi dan dialog diplomatik agar perang terbuka dapat dihindari. Namun, selama kedua negara masih saling curiga dan tidak ada jalur komunikasi yang efektif, potensi konflik skala besar akan terus menghantui kawasan.