ACEHEDUKASINASIONALOPINI

Dinamika Penanaman Modal Pasca Berlakunya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja  

Oleh: Zul Fajri Joesva, M.H.*

Penanaman modal merupakan kebutuhan bagi setiap negara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic growth), menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya (create as many jobs as possible), dan pembangunan yang lebih maju (advanced development). Dengan adanya modal, perusahaan dapat berinvestasi, dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional (increase the competitiveness of national economy). Penanaman modal diperlukan tidak sekedar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga membuka lapangan kerja yang jumlahnya makin bertambah setiap tahun. Untuk itu dibutuhkan perangkat peraturan perundang-undangan yang bisa meng-cover semua kebutuhan investasi di Indonesia.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 yang kemudian diubah menjadi Undang-undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang N0. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini dikeluarkan mengantisipasi ketidakpastian global dan krisis ekonomi. Begitu pula untuk mengantisipasi resesi global, perlunya meredam inflasi, dan ancaman stagnasi. Untuk menjamin kepastian hukum (legal certainty), Pemeritah mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun 2022 yang ditetapkan pada 29 Desember 2022. Namun, dari aspek hukum ketatanegaraan, Perppu No. 2 Tahun 2022 tidak menyelesaikan persoalan yuridis sebagaimana amanat putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini dikarenakan lebih ke pembentukan peraturan perundang-undangan (legal drafting), bukan pada substansi atau materi norma hukum.

Undang-Undang Cipta Kerja resmi diundangkan pada tanggal 2 November 2020 sebagai acuan atau landasan dalam penataan penanaman modal, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau binnenlandse investeringen maupun Penanaman Modal Asing (PMA) atau buitenlandse investeringen. Undang-Undang a quo merangkum 72 Undang-Undang lainnya yang telah diubah atau dihapus dan mengatur 11 cluster yang mencakup berbagai aspek, diantaranya: peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategi nasional, pemberdayaan koperasi dan UMKM, ketenagakerjaan,  kemudahan berusaha, pengadaan tanah, kawasan ekonomi, dukungan riset dan inovasi, perizinan berusaha, pelaksanaan administrasi pemerintahan, dan pengenaan sanksi. Undang-Undang tersebut juga mengoreksi berbagai perubahan pada berbagai undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan penanaman modal dalam lingkup: penyederhanaan perizinan, persyarakat investasi, ketenagakerjaan, pajak, pertanahan, imigrasi, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Sebelum lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang  No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal berlaku bagi penanaman modal seluruh sektor di Indonesia. Setelah Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang Penanaman Modal juga menjadi acuan utama penanaman modal di seluruh sektor di Indonesia. Menurut perubahan ini, setiap Undang-Undang dan peraturan sehubungan dengan penanaman modal yang berlaku setelah diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja harus mematuhi ketentuan mengenai penanaman modal berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja.

Sebelumnya penanam modal akan mendapatkan insentif penanaman modal apabila penanam modal tersebut setidaknya memenuhi salah satu kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Penanaman Modal, diantaranya: (1) menyerap banyak tenaga kerja, (2) termasuk skala prioritas tinggi, (3) termasuk pembangunan infrastruktur, (4) melakukan alih teknologi, (5)melakukan industri pionir, (6) berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu, (7) menjaga kelestarian lingkungan hidup, (8) melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi, (9) bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi, atau (10) industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. Setelah Undang-Undang Cipta Kerja, terdapat kriteria tambahan, yaitu: yang memenuhi syarat sebagai pengembangan bisnis pariwisata. Dengan adanya penambahan kriteria ini memberikan lebih banyak kesempatan bagi penanam modal untuk mendapatkan insentif penanaman modal.

Undang-Undang Cipta Kerja tidak lagi mencantumkan jenis insentif penanaman modal dan akan tunduk pada peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pengaturan mengenai insentif penanaman modal dapat dilihat dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Insentif diberikan kepada penanam modal yang menanamkan modalnya pada bidang usaha yang masuk dalam daftar bidang usaha prioritas. Insentif tersebut terdiri dari: Pertama, insentif fiskal berupa tax allowance, tax holiday, investment allowance, dan insentif kepabenan. Kedua, insentif non-fiskal berupa kemudahan perizinan berusaha, penyediaan infrastruktur pendukung, jaminan ketersediaan energi, jaminan ketersediaan bahan baku, keimigrasian, ketenagakerjaan, dan kemudahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, Undang-Undang Cipta Kerja mencabut kewajiban pemerintah pusat untuk menetapkan bidang usaha yang dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, atau bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Undang-Undang Cipta Kerja mengubah kewajiban pemerintah pusat atau pemerintah daerah menjadi memberikan kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan bagi koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pelaksanaan penanaman modal berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan pemerintah pusat melalui: (1) program kemitraan, (2) pelatihan sumber daya manusia, (3) peningkatan daya saing, (4) pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar. (5) akses pembiayaan; dan (6) penyebaran informasi yang seluas-luasnya. Dengan demikian, pemerintah pusat tidak lagi memiliki kewajiban untuk menetapkan bidang usaha yang dicadangkan bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, atau bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah hadir untuk memberikan kemudahan perizinan berusaha bagi para investor. Selama ini, persoalan tumpang tindih (overlapping) kewenangan antara pemerintah pusat, daerah, dan kementerian/lembaga telah menyebabkan proses perizinan menjadi rumit dan memakan waktu lama. Selain itu, pemerintah juga telah menerapkan sistem Online Single Submission (OSS) yang dikelola oleh Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di BKPM, DPMPTSP Provinsi, dan DPMPTSP Kabupaten/Kota. Melalui OSS, seluruh perizinan akan terintegrasi, sehingga tidak terjadi lagi benturan antara pusat dan daerah. Dengan adanya sistem OSS, diharapkan dapat menurunkan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) Indonesia yang pada akhirnya meningkatkan daya saing perekonomian nasional.

Sebagai bentuk capaian dari berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, walaupun di tengah ketidakpastian ekonomi global, pertumbuhan investasi di Indonesia mengalami trend cukup positif. Realisasi investasi sepanjang Triwulan I 2025 mencapai Rp465,2 triliun, naik 2,7% dibandingkan Triwulan IV 2024 dan meningkat signifikan 15,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Capaian ini telah memenuhi 24,4% target realisasi investasi tahun 2025 sebesar Rp1.905,6 Triliun.

Kementerian Invsestasi dan Hilirisasi/BKPM memotret distribusi investasi antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa juga semakin berimbang. Luar Jawa mencatatkan realisasi Rp235,9 triliun atau 50,7% dari total investasi, sedikit lebih tinggi dibandingkan Jawa yang mencapai Rp229,3 triliun (49,3%). Pertumbuhan investasi di luar Jawa sebesar 17,4% mempertegas arah pemerataan pembangunan nasional. Provinsi Sulawesi Tengah menjadi salah satu motor pertumbuhan luar Jawa dengan capaian realisasi Rp32,7 triliun, menempatkannya dalam lima besar nasional bersama DKI Jakarta (Rp69,8 triliun) dan Jawa Barat sebesar Rp68,5 triliun

Penetaan regulasi dengan pendekatan Omnibus Law telah mampu mendorong perluasan dan percepatan investasi dalam melakukan penyederhanaan atas persyaratan dasar perizinan, serta mendorong kemajuan dan kemudahan investasi terutama dalam hal penggunaan tanah. Signifikansi meningkatnya jumlah peluang bisnis yang sebelumnya dilarang bagi penanam modal. Undang-Undang Cipta Kerja secara umumnya membawa dampak positif bagi penanaman modal di Indonesia dengan menyederhanakan regulasi, mendorong investasi, dan memberikan perhatian pada pengembangan UMKM. Meskipun demikian, implementasi Undang-Undang ini terus diawasi untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara efektif.

 

*Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum dan Syariah UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan AKIMBA Banda Aceh

author avatar
Redaksi
Meja Redaksi Seanteronews

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts

Load More Posts Loading...No more posts.