Banda Aceh – Hingga 30 Juni 2025, Mahkamah Syar’iyah di 23 kabupaten/kota Aceh mencatat sebanyak 2.923 kasus perceraian, dengan dominasi gugatan cerai yang diajukan oleh pihak istri. Dari jumlah tersebut, 2.311 perkara adalah gugat cerai dan 612 perkara cerai talak yang diajukan oleh suami.
Data ini menunjukkan angka perceraian di Aceh masih tinggi, meskipun provinsi ini dikenal dengan penerapan syariat Islam yang ketat. Tahun sebelumnya, pada 2024, Mahkamah Syar’iyah juga menerima 4.856 perkara gugat cerai dan 1.249 perkara cerai talak, sehingga tren ini relatif stabil dari tahun ke tahun.
Judi Online dan Persoalan Ekonomi Jadi Pemicu Perceraian
Humas Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr. H. Munir, SH, MH, didampingi Panitera Muda Muhum Hermansyah, SH, mengungkapkan bahwa tingginya angka perceraian dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa di antaranya adalah perselisihan rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), suami tidak menafkahi istri, perselingkuhan, serta maraknya pengaruh judi online.
“Pengaruh judi online kini sudah masuk ke berbagai lapisan masyarakat, dan hal ini menjadi salah satu faktor utama penyebab keretakan rumah tangga,” ujar Munir, Senin (28/7/2025).
Lhoksukon Tertinggi, Sabang Terendah
Berdasarkan sebaran wilayah, kasus perceraian tertinggi terjadi di Mahkamah Syar’iyah Lhoksukon, Aceh Utara, dengan 295 perkara gugat cerai dan 77 perkara cerai talak. Menyusul kemudian adalah Mahkamah Syar’iyah Kuala Simpang dengan 200 perkara gugat cerai dan 30 perkara cerai talak.
Sementara itu, wilayah dengan jumlah perceraian terendah tercatat di Sabang, yakni hanya 11 kasus gugat cerai dan 1 kasus cerai talak.
Tantangan Sosial di “Bumoe Seuramoe Mekkah”
Fenomena tingginya perceraian ini menjadi ironi bagi Aceh yang dijuluki “Bumoe Seuramoe Mekkah”. Selain faktor eksternal seperti judi online, minimnya tanggung jawab nafkah suami dan lemahnya komunikasi rumah tangga juga memperbesar angka gugat cerai yang diajukan oleh pihak istri.
Munir menegaskan bahwa Mahkamah Syar’iyah akan terus berupaya meningkatkan peran mediasi agar perceraian dapat diminimalisir. Namun, angka yang relatif stabil dari tahun ke tahun menunjukkan perlunya perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk lembaga sosial, tokoh agama, dan pemerintah daerah.[]