BANDA ACEH – Masyarakat Aceh semakin berharap pada kebijaksanaan Pemerintah Aceh dalam menghadapi berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang kian mendesak. Dari krisis ketenagakerjaan hingga persoalan pelayanan publik, berbagai elemen sipil mendesak agar pemerintah menunjukkan langkah strategis dan empati yang nyata terhadap kondisi rakyat.
Sejumlah tokoh masyarakat menyampaikan keprihatinan mereka atas lambannya respons terhadap persoalan dasar seperti pengangguran, pendidikan, dan akses kesehatan. “Kami tidak meminta yang mewah, cukup kepedulian dan solusi konkret dari pemimpin,” ujar Iskandar, salah satu warga Banda Aceh.
Di tengah perubahan kebijakan nasional dan berkurangnya alokasi dana otonomi khusus (otsus), pemerintah provinsi dihadapkan pada tantangan untuk tetap menjamin stabilitas pembangunan dan keadilan sosial. Masyarakat berharap agar kebijakan yang lahir benar-benar berpihak pada kepentingan umum, bukan semata pertimbangan politik.
Sorotan juga diarahkan pada minimnya komunikasi publik dari pejabat terkait. Banyak warga merasa aspirasi mereka belum didengar atau ditindaklanjuti. Forum warga, tokoh agama, dan LSM mendorong dibukanya kanal komunikasi langsung antara pemerintah dan rakyat agar tercipta transparansi dan akuntabilitas.
“Kami ingin mendengar bahwa pemerintah hadir bersama rakyat, bukan hanya saat menjelang pemilu,” tambah Nurhayati, aktivis perempuan di Aceh Besar.
Kondisi ini menjadi refleksi penting menjelang pembahasan anggaran tahunan. Rakyat menuntut perencanaan yang responsif terhadap kebutuhan daerah, termasuk penguatan sektor ekonomi lokal dan perlindungan sosial yang lebih merata.
Dengan situasi yang dinamis dan kadang tak menentu, rakyat Aceh tetap berharap bahwa para pemimpin daerah akan mengedepankan nilai-nilai keadilan, kemaslahatan, dan keberpihakan kepada yang lemah.[]