Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump akan memberlakukan biaya baru yang dinamakan Visa Integrity Fee sebesar US$250 bagi hampir semua pemegang visa non-imigran. Kebijakan ini berlaku untuk visa kategori wisata (B1/B2), pelajar (F-1/F-2), pekerja sementara (H-1B/H-4), serta visa pertukaran budaya (J-1/J-2). Kebijakan ini tertuang dalam undang-undang imigrasi baru bertajuk One Big Beautiful Bill yang disahkan pada 4 Juli 2025, dan direncanakan mulai diberlakukan pada akhir 2025 atau awal 2026, seiring dimulainya tahun fiskal baru pemerintah AS.
Biaya sebesar US$250 atau sekitar Rp4 juta ini akan dikenakan kepada semua pelamar visa yang berasal dari negara-negara non-peserta program Visa Waiver. Negara-negara seperti Uganda, Indonesia, India, dan Nigeria termasuk yang akan terkena dampaknya. Sementara itu, pemegang paspor dari 42 negara peserta Visa Waiver Program seperti Jepang, Inggris, dan Australia, serta sebagian besar warga Kanada dan Bermuda, dibebaskan dari kebijakan ini.
Menurut pernyataan resmi pemerintah AS, tujuan dari Visa Integrity Fee ini adalah untuk memperkuat sistem pengawasan visa dan mengurangi angka pelanggaran visa seperti overstay atau penyalahgunaan izin tinggal. Uniknya, biaya ini dapat dikembalikan (refund) jika pemegang visa terbukti menaati seluruh persyaratan visa mereka, seperti meninggalkan Amerika Serikat sebelum masa berlaku visanya habis. Namun, proses pengembalian dana tersebut belum dijelaskan secara rinci, sehingga masih menimbulkan tanda tanya dari kalangan pemohon visa.
Kebijakan ini menuai reaksi beragam dari komunitas internasional. Banyak pihak menilai biaya tersebut terlalu memberatkan, khususnya bagi pelamar dari negara berkembang. Sebagai contoh, warga Uganda harus membayar lebih dari Shs 950,000, atau hampir lima kali lipat dari upah minimum bulanan di negara tersebut. Di sisi lain, para pelaku industri pariwisata dan pendidikan di Amerika Serikat khawatir bahwa langkah ini justru dapat menurunkan jumlah pelajar internasional dan wisatawan yang datang ke AS. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat Amerika akan menjadi tuan rumah sejumlah event besar seperti Piala Dunia 2026 dan Olimpiade 2028, yang memerlukan peningkatan arus pengunjung asing.
Dengan diberlakukannya biaya Visa Integrity ini, pemerintah AS tampak ingin memperketat kontrol imigrasi sekaligus meningkatkan pendapatan dari sektor visa. Meski demikian, efektivitas kebijakan ini dalam jangka panjang masih menjadi perdebatan. Para analis menyarankan agar calon pelamar visa memantau informasi terbaru dari Kedutaan Besar AS terkait pelaksanaan dan kemungkinan pengecualian lebih lanjut.[]