Inggris tengah menghadapi eksodus miliuner terbesar dalam sejarah modernnya, dengan sekitar 16.500 individu kaya raya diperkirakan akan meninggalkan negara itu sepanjang tahun 2025. Laporan terbaru dari firma konsultan migrasi kekayaan global, Henley & Partners, mencatat bahwa Inggris kini menjadi negara dengan jumlah keluaran High Net Worth Individuals (HNWI) tertinggi di dunia. Lonjakan eksodus ini melampaui angka perpindahan dari negara-negara seperti Tiongkok dan India, yang biasanya berada di peringkat atas dalam hal migrasi miliuner.
Menurut Henley & Partners, sejumlah faktor mendorong para miliuner untuk meninggalkan Inggris. Di antaranya adalah meningkatnya ketidakpastian politik pasca-Brexit, sistem perpajakan yang semakin memberatkan, dan kebijakan pemerintah yang dianggap tidak ramah terhadap investasi pribadi dan kekayaan. Banyak dari mereka yang hengkang juga merasa bahwa atmosfer bisnis di Inggris semakin tidak kondusif, terutama dalam hal perlindungan aset dan insentif fiskal jangka panjang.
Sejumlah tujuan utama bagi para miliuner Inggris yang bermigrasi antara lain Uni Emirat Arab, Australia, dan Singapura. Dubai, misalnya, menjadi favorit karena kebijakan pajak yang lebih ringan, stabilitas politik, serta fasilitas gaya hidup yang mewah dan ramah pebisnis global. Sementara Australia dan Singapura dianggap menawarkan sistem hukum yang lebih stabil dan lingkungan bisnis yang progresif. Menurut CEO Henley & Partners, Juerg Steffen, tren ini mencerminkan perubahan mendalam dalam persepsi global mengenai pusat kekayaan dan investasi.
Kepergian ribuan individu superkaya ini membawa dampak signifikan terhadap ekonomi Inggris. Selain mengurangi potensi pendapatan negara dari pajak, eksodus ini juga menghilangkan kontribusi signifikan dalam sektor properti mewah, jasa keuangan, dan penciptaan lapangan kerja tingkat tinggi. Para ekonom memperingatkan bahwa hilangnya HNWI tidak hanya memengaruhi pendapatan fiskal, tetapi juga mengganggu jaringan investasi dan inovasi di sektor swasta.
Di tengah situasi ini, pemerintah Inggris menghadapi dilema kebijakan: antara menjaga keadilan fiskal melalui pajak progresif atau mempertahankan daya tarik global sebagai pusat finansial dunia. Beberapa analis menyarankan agar otoritas keuangan memperkenalkan insentif baru untuk mempertahankan investor dan pengusaha sukses agar tidak melarikan kekayaannya ke luar negeri. Namun, kebijakan tersebut dapat menuai kritik dari publik yang menuntut distribusi kekayaan lebih merata dan pengurangan ketimpangan ekonomi.
Sementara kelompok masyarakat tertentu menyambut baik keluarnya para miliuner, dengan alasan potensi redistribusi kekayaan dan peluang baru bagi masyarakat kelas menengah dan bawah, banyak analis menilai bahwa eksodus ini bukan kabar baik. Kehilangan ribuan individu kaya berarti juga kehilangan investasi strategis, proyek bisnis besar, serta peluang pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Beberapa dari mereka bahkan merupakan pemilik perusahaan global yang berbasis di Inggris.
Dalam jangka menengah hingga panjang, hilangnya basis miliuner ini dapat memperlemah reputasi Inggris sebagai hub bisnis dan keuangan global. Kepercayaan investor dapat tergerus apabila tren ini tidak segera diatasi. Dalam laporan resminya, Henley & Partners menekankan pentingnya bagi negara-negara seperti Inggris untuk menyeimbangkan antara keadilan sosial dan daya saing ekonomi jika ingin mempertahankan para individu berkekayaan tinggi.
Jika pemerintah gagal mengubah persepsi dan realita yang dihadapi HNWI, maka bukan tidak mungkin jumlah eksodus akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Di tengah kompetisi global yang semakin ketat untuk menarik investor pribadi, Inggris perlu merumuskan ulang strategi fiskal dan regulasi yang dapat mengakomodasi keberadaan para pelaku ekonomi besar tanpa mengorbankan stabilitas sosial.
Laporan ini dirilis sebagai bagian dari Henley Private Wealth Migration Report 2025, yang merinci pergerakan HNWI di seluruh dunia. Henley & Partners telah dikenal sebagai lembaga rujukan internasional dalam bidang migrasi kekayaan, bekerja sama dengan pemerintah dan analis global dalam mengamati pergerakan modal dan individu ultra-kaya di pasar internasional. Laporan ini sekaligus menjadi peringatan bagi banyak negara maju yang mulai kehilangan daya tariknya di mata para pengusaha global.