Washington D.C. – Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara tegas menolak tawaran Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memediasi ketegangan antara Israel dan Iran. Penolakan ini disampaikan Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Rabu (18/6/2025), di tengah eskalasi konflik bersenjata yang terus meningkat di kawasan Timur Tengah.
Dalam pernyataannya, Trump menyindir Putin agar terlebih dahulu menyelesaikan konflik yang dipicu Rusia sendiri. “Saya bilang pada Vladimir, coba selesaikan dulu perang kalian dengan Ukraina sebelum bicara soal mediasi antara Israel dan Iran,” ujar Trump seperti dikutip dari New York Post.
Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan sikap Amerika Serikat yang tetap berdiri kokoh di belakang Israel dalam menghadapi ancaman dari Iran. Trump menyebut bahwa AS tidak akan membiarkan siapa pun, termasuk Rusia, mencampuri urusan strategis yang menyangkut sekutu utamanya di Timur Tengah.
Putin sebelumnya menawarkan untuk menjadi penengah antara Teheran dan Tel Aviv guna meredakan ketegangan yang telah menimbulkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur di kedua belah pihak. Bahkan, Kremlin mengusulkan pembentukan zona netral diplomatik untuk dialog damai.
Namun, tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh Washington. Trump menyatakan bahwa Rusia tidak memiliki kredibilitas moral sebagai mediator selama masih mengobarkan perang di Ukraina dan memperluas pengaruh militer di Suriah.
“Saya tidak percaya pada upaya mediasi dari negara yang sedang menjatuhkan bom di negara tetangganya sendiri,” tegas Trump. Ia juga menyatakan bahwa saat ini bukan waktunya untuk permainan diplomasi semu, melainkan ketegasan sikap terhadap negara-negara yang mengancam stabilitas regional.
Di sisi lain, Iran dan Rusia diketahui memiliki hubungan strategis yang erat, khususnya dalam kerja sama militer dan energi. Hal ini semakin memperlemah posisi Rusia sebagai mediator netral dalam konflik yang melibatkan Iran secara langsung.
Israel sendiri saat ini tengah meningkatkan intensitas serangan terhadap fasilitas-fasilitas militer dan nuklir Iran, setelah menerima laporan intelijen tentang aktivitas mencurigakan di situs bawah tanah milik Teheran. Iran membalas dengan peluncuran rudal balistik yang sebagian berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Iron Dome.
Sementara itu, negara-negara Eropa seperti Prancis dan Jerman justru mendorong pendekatan diplomatik dan mendukung peran PBB untuk mencegah konflik regional yang lebih besar. Presiden Emmanuel Macron bahkan menawarkan platform dialog multilateral sebagai alternatif dari dominasi AS–Rusia.
Penolakan Trump terhadap mediasi Putin menegaskan kembali rivalitas geopolitik lama antara dua kekuatan besar dunia. Di tengah meningkatnya ketegangan, langkah Trump dianggap memperkuat posisi AS sebagai aktor utama dalam percaturan Timur Tengah, meskipun juga mengundang kekhawatiran akan eskalasi lebih lanjut.
Dengan dinamika konflik yang terus berkembang, dunia internasional kini menanti apakah diplomasi akan kembali mendapatkan ruang, atau justru konflik bersenjata antarnegara besar akan semakin tak terhindarkan.[]