Teheran – Pemerintah Iran secara resmi membatasi akses internet di seluruh negeri sejak Kamis (19/6/2025), menyusul meningkatnya eskalasi konflik dengan Israel. Warga di berbagai kota besar, termasuk Teheran, Isfahan, dan Shiraz, melaporkan gangguan koneksi yang meluas, mulai dari akses media sosial hingga layanan pesan instan.
Laporan dari NetBlocks, lembaga pemantau jaringan global, menyebutkan bahwa konektivitas internet di Iran turun drastis hingga 45% dari tingkat normal dalam beberapa jam setelah serangan udara Israel menghantam situs militer di provinsi barat negara itu.
Pemerintah Iran belum mengeluarkan pernyataan resmi, namun media lokal yang terafiliasi dengan negara menyatakan bahwa pemutusan akses dilakukan “untuk alasan keamanan nasional” dan guna mencegah penyebaran informasi palsu serta propaganda musuh.
Langkah ini diduga kuat sebagai upaya untuk mengontrol narasi publik dan membatasi penyebaran video, gambar, serta laporan dari warga sipil yang mendokumentasikan kerusakan akibat serangan. Banyak pengguna melaporkan bahwa mereka tidak dapat mengakses aplikasi seperti WhatsApp, Instagram, dan Telegram.
Pembatasan ini juga menimbulkan keresahan di kalangan bisnis dan komunitas internasional, mengingat banyak sektor usaha di Iran yang bergantung pada koneksi daring, termasuk perbankan digital, perdagangan ekspor, dan startup teknologi.
Aktivis hak asasi manusia mengecam langkah tersebut sebagai bentuk pelanggaran kebebasan informasi dan komunikasi. Amnesty International menyebut pembatasan ini sebagai “pengekangan sistematis terhadap hak warga untuk mengakses informasi dan menyuarakan pendapat mereka.”
Beberapa laporan menyebutkan bahwa pemerintah Iran tengah mengalihkan infrastruktur digital nasional ke “internet domestik”, sebuah sistem tertutup yang hanya mengizinkan akses ke situs-situs yang dikendalikan pemerintah, mirip dengan model Great Firewall di China.
Langkah pembatasan ini bukan yang pertama dilakukan Iran. Pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah juga melakukan pemadaman internet saat terjadi demonstrasi besar, termasuk saat protes atas kenaikan harga bahan bakar dan pelanggaran hak asasi manusia.
Warga Iran yang memiliki akses VPN mencoba tetap terhubung dengan dunia luar, namun kecepatan internet sangat terbatas. Banyak media asing juga mengalami kesulitan menghubungi kontributor lokal mereka karena akses komunikasi yang dibatasi.
Komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, telah menyerukan kepada Iran agar memulihkan akses internet sepenuhnya dan menjamin hak kebebasan digital sebagai bagian dari hak asasi manusia universal.
Dalam situasi yang semakin tegang ini, pembatasan internet dinilai sebagai pertanda bahwa pemerintah Iran bersiap menghadapi kemungkinan konflik jangka panjang—bukan hanya di medan perang, tetapi juga dalam ruang informasi global.[]