Banda Aceh – Pemerintah secara resmi menetapkan kawasan Blang Padang di pusat Kota Banda Aceh sebagai tanah milik Masjid Raya Baiturrahman. Penetapan ini dijadwalkan berlaku mulai tanggal 13 Agustus 2025, menandai momen penting dalam sejarah pemanfaatan lahan yang selama ini menjadi ruang terbuka publik dan lokasi bersejarah di ibu kota Provinsi Aceh.
Keputusan tersebut diambil berdasarkan hasil kajian hukum pertanahan dan tinjauan historis atas status kepemilikan Blang Padang yang telah lama menjadi perdebatan antara pemerintah, masyarakat, serta pihak Masjid Raya Baiturrahman. Penetapan ini disahkan melalui Surat Keputusan Gubernur Aceh yang merujuk pada hasil koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemerintah Aceh, dan Badan Kemakmuran Masjid (BKM) Raya Baiturrahman.
Kepala Biro Pemerintahan Setda Aceh, Drs. Saifuddin, menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bentuk pengakuan negara terhadap aset wakaf yang sebelumnya tidak terdokumentasi secara formal. “Penetapan ini merupakan upaya pelurusan sejarah sekaligus bentuk penghormatan terhadap nilai keagamaan dan kebudayaan yang melekat pada kawasan Blang Padang,” ujarnya, Selasa (22/7/2025).
Blang Padang selama ini dikenal sebagai lokasi strategis yang kerap menjadi pusat kegiatan masyarakat, mulai dari peringatan kenegaraan, zikir akbar, hingga berbagai acara budaya dan keagamaan. Kawasan ini juga memiliki nilai historis sebagai bekas lapangan upacara militer pada masa kolonial Belanda hingga awal kemerdekaan Indonesia.
Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman, Tgk. H. Azhari Yahya, menyambut baik penetapan ini dan menganggapnya sebagai anugerah serta amanah besar bagi umat Islam di Aceh. Ia menegaskan bahwa pengelolaan Blang Padang ke depan tetap akan mempertahankan fungsinya sebagai ruang terbuka untuk masyarakat, namun dengan pendekatan yang lebih islami dan berorientasi syariat.
“Insya Allah, Blang Padang akan terus menjadi tempat yang menyejukkan hati. Namun, ke depan kami akan lebih menguatkan nilai-nilai dakwah dan adab Islami dalam setiap aktivitas yang berlangsung di sini,” kata Tgk. Azhari.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BPN Aceh, Ir. Ridwan Zulkarnain, menyebutkan bahwa proses legalisasi sertifikat atas nama Masjid Raya Baiturrahman akan rampung sebelum akhir 2025. “Kami memastikan seluruh proses administrasi berjalan sesuai ketentuan hukum agraria dan undang-undang wakaf yang berlaku,” jelasnya.
Penetapan ini memicu berbagai tanggapan dari publik. Sebagian masyarakat mendukung langkah tersebut sebagai upaya pelestarian fungsi keagamaan kawasan itu. Namun, tidak sedikit pula yang berharap agar ruang publik di Blang Padang tetap terbuka bagi semua kalangan, tanpa sekat eksklusivitas.
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam keterangannya meminta agar pengelolaan ke depan dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi publik. “Kami harap ini tidak menjadi justifikasi untuk menutup akses masyarakat, tapi justru memperkuat fungsi Blang Padang sebagai simbol peradaban Islam yang inklusif,” ujar Ketua Komisi I DPRA, Teuku Marwan.
Blang Padang sebelumnya berada di bawah kewenangan Pemerintah Kota Banda Aceh dan tercatat sebagai aset negara. Namun berdasarkan arsip kolonial dan referensi sejarah dari era Kesultanan Aceh, kawasan ini dahulu merupakan bagian dari kompleks Masjid Raya yang sempat diambil alih Belanda pasca penaklukan Banda Aceh pada akhir abad ke-19.
Dengan ditetapkannya status kepemilikan baru ini, Pemerintah Aceh berencana menyusun masterplan revitalisasi kawasan Blang Padang sebagai zona dakwah dan edukasi Islam, yang akan terintegrasi dengan kompleks Masjid Raya Baiturrahman, Museum Tsunami, dan Taman Sari Gunongan.
Penetapan resmi pada 13 Agustus 2025 nanti dijadwalkan akan diselenggarakan dalam bentuk seremonial akbar yang melibatkan tokoh-tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat luas. Acara tersebut rencananya juga akan diisi dengan zikir akbar, pembacaan sejarah kawasan, serta penyerahan simbolis sertifikat tanah oleh BPN kepada BKM Masjid Raya Baiturrahman.