INTERNASIONAL

Sheikh Qassem: AS Ingin Selamatkan Israel dan Melemahkan Perlawanan di Lebanon

Seanteronews.comSheikh Naim Qassem, Wakil Sekretaris Jenderal Hezbollah, mengungkapkan bahwa Amerika Serikat tengah berupaya membebaskan Israel dari tanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi di Lebanon. Dalam pidatonya saat peringatan syahid Abu al-Fadl, Qassem menyatakan bahwa Lebanon kini menghadapi skema berbahaya yang bertujuan untuk menghapus semua bentuk perlawanan terhadap pendudukan Zionis, terutama di wilayah selatan.

Qassem menjelaskan bahwa inisiatif terbaru dari AS dalam konteks krisis Lebanon bertujuan menciptakan perjanjian baru yang seolah-olah mengabaikan lebih dari delapan bulan agresi Israel. Rencana tersebut mencakup pemaksaan perubahan pada aturan keterlibatan di perbatasan dan memulai babak baru yang menguntungkan Israel. Amerika, menurutnya, ingin membuat seolah-olah Israel tidak pernah melakukan pelanggaran, padahal kenyataannya sangat berbeda.

Ia menegaskan bahwa Israel telah melakukan ribuan pelanggaran terhadap Lebanon, termasuk penyerangan terhadap warga sipil dan infrastruktur, serta pelanggaran wilayah udara. Namun, AS mencoba menutupi semua itu demi menjaga kepentingan sekutunya dan menekan kelompok perlawanan seperti Hezbollah untuk menghentikan aktivitas mereka di wilayah selatan.

Lebih lanjut, Qassem menuduh AS berperan langsung dalam memperpanjang konflik, bukan sebagai mediator damai. Washington, katanya, terus mengatur langkah Israel dan bahkan mendorong agresi lebih lanjut ke arah Lebanon, Suriah, dan seluruh kawasan. Oleh karena itu, narasi bahwa AS ingin gencatan senjata hanyalah ilusi diplomatik.

Menurut Qassem, strategi AS dan Israel tidak hanya mencakup aspek militer, tetapi juga politik, ekonomi, dan sosial. Tujuan utamanya adalah melucuti senjata perlawanan dan melemahkan posisi Hezbollah di tengah rakyat Lebanon. Namun, ia menegaskan bahwa senjata perlawanan bukanlah sesuatu yang bisa dinegosiasikan atau ditukar.

Senjata tersebut, lanjutnya, merupakan bagian dari harga yang telah dibayar oleh para syuhada dan pejuang untuk menjaga kehormatan, kemerdekaan, dan kedaulatan Lebanon. Oleh karena itu, siapa pun yang berpikir bahwa Hezbollah akan menyerahkan senjatanya demi janji-janji diplomatik adalah keliru dan tidak memahami realitas di lapangan.

Qassem juga menyinggung bahwa Lebanon menghadapi tiga musuh besar secara simultan: pendudukan Israel di selatan, ancaman kelompok teroris seperti ISIS di timur, serta hegemoni politik dan ekonomi dari Amerika Serikat. Ketiga faktor ini, menurutnya, berusaha memecah belah Lebanon dari berbagai sisi.

Ia menambahkan bahwa proyek “Israel Raya” masih menjadi ambisi utama rezim Zionis dan pendukungnya, yang berusaha mencaplok lebih banyak wilayah Arab dan menghancurkan kekuatan perlawanan dengan dalih stabilitas regional. Mereka menyusup melalui tekanan internasional, intervensi ekonomi, hingga infiltrasi budaya.

Hezbollah, kata Qassem, tidak akan tinggal diam. Ia menegaskan bahwa kelompok perlawanan akan terus membela rakyat Lebanon dan setiap jengkal tanah yang diancam oleh pendudukan. Qassem juga menyatakan bahwa keberadaan senjata perlawanan telah mencegah lebih banyak agresi Israel sejak tahun-tahun sebelumnya.

Ia memperingatkan bahwa jika komunitas internasional benar-benar menginginkan stabilitas di Lebanon, maka satu-satunya jalan adalah menghentikan pelanggaran Israel, bukan mendikte Lebanon dan mengorbankan hak-haknya demi kepentingan asing. Lebanon, ujarnya, adalah negara berdaulat yang tidak akan tunduk pada tekanan eksternal.

Mengakhiri pidatonya, Sheikh Naim Qassem menyerukan kepada seluruh rakyat Lebanon dan dunia Arab untuk tidak tertipu oleh permainan diplomatik Amerika dan Israel. Ia meminta agar semua pihak bersatu dalam menjaga kedaulatan dan martabat Lebanon, serta mendukung hak perlawanan sebagai bentuk pertahanan sah terhadap penjajahan.

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts